“Hei, Per.” Suara yang tidak asing
bagiku memanggilku saat aku sedang menunggu di barisan dan sebuah tangan
memegang bahuku. “Apa kabarmu?”
“Oh, Yo Pete. Aku baik-baik saja.”
Aku menatapnya seketika.
“Oi!” Entah dari mana, dia memukul
kepalaku. “Kenalilah kakak kelasmu dengan baik.”
“Tch, apa aku harus? Kau bertingkah
seperti kita ini tidak kenal atau apalah itu.” Aku berbicara sambil
mengejeknya. Aku mengenalnya sejak aku kecil, pergi bermain bersama di taman,
bahkan pergi liburan bersama. Tapi dia tidak pernah peduli dengan caraku
memanggilnya.
“Kau lihat.” P’Pete melangkah maju
melawatiku dan mengambil barisanku dengan sebuah senyuman kecil.” Karena kau
tidak sopan, aku mengambil alih barisanmu.
“Aw. P’Pete ini adalah penindasan.”
Itu hanya bualanku saja, dia tau bagaimana cara membuat keributan lebih baik
dariku. Dia menggunakan alasan ini untuk mengambil barisanku. Setelah kami
berbicara sebuh topik yang manarik, aku teringat tadi aku sedang memegang
poster konser live, dan kami tau, aku aku pikir ini adalah waktu yang tepat
untuk mengingatkan kembali siapa yang memegang semua kartu. “Inilah yang
kudapat setelah aku membantumu. Kau tau satu hal tentang s—“ Tiba-tiba P’Pete
menutup mulutku dengan tangannya, dan itu membuatku terdiam. Dia tidak mengucapatkan
apapun tapi matanya bisa menyampaikan apa yang ingin ia katakan ‘Kita sedang di
tengah-tengah kantin, dipenuhi oleh banyak orang. Janga mengucapkan hal seperti
itu ditengah-tengah mereka.
“Bro, jaga mulutmu.” Sambil
menggenggam mulutku dia mendekat ke wajahku, dan dia berbisik ketelingaku. Aku
tidak terkejut kalau dia tidak mau orang-orang disekolah tau. Aku menganggukkan
kepalaku dan akhirnya dia melepaskan genggamannya. Sial, dia bisa menahanku
begitu kuat untuk pria sekurus dia. ‘Jangan kira itu aku, Kita tidak
membicarakan diriku’
“Oh, sepertinya ada seseorang yang
tidak mau ada rumor yang tersebar.” Aku membalasnya. Dengan senyumanku yang
terlihat seperti iblis dengan mudah dia masuk dalam perangkapku. “Aku penasaran
dengan apa yang akan terjadi jika aku memberitahu Knott rahasia kecil ini?”
“Coba saja, kubunuh kau.” Aku tidak tau dari mana dia berlajar
mengancam seperti itu? Itu membuatku takut jadi aku meloncat kebelakang. Aku
mau membuat lelucon dengan seorang psiko.
“Aku hanya bercanda.” Sambil
menggosok kepalaku, aku mencoba untuk menenangkannya. Aku tidak mau sampai dia
selalu metatap ku dengan tatapan iblis setiap kali kami bertemu. “Bagaimana
kalau kita bertukar?”
“Baiklah, apa
yang kau inginkan?” Sekarang dia berbicara dengan nada yang lebih enak untuk
didengar.
“Belikan aku
dua piring makan siang.” Kami sama-sama mendapat apa yang kami inginkan dan aku
tidak perlu berdiri lama untuk mengantri makanan.
“Kau rakus
sekali?” P’Pete menggerutu saat dia membuka dompetya.
“Yang satunya bukan untukku. Itu
untuk Win.” Memangnya siapa aku ini? P’Noh? Aku juga bisa berbagi makananku,
aku tidak serakus itu. “Dia sudah menjagakan tempat untukku.”
“Baiklah.” Sambil menghela nafas,
P’Pete setuju tapi dia menyuruhku untuk tidak meninggalkan antrian. “Baiklah,
setidaknya tetaplah disini untuk menemaniku. Sungguh bosan mengantri sendirian
seperti ini.”
“Oke, tapi jangan lupa untuk
mengantarkan makanan kami nanti.” Berdiri beberapa menit untuk mendapatkan
makanan gratis tidak akan membunuhku. Aku mengangkat tanganku dan menunjuk ke
arah dimana Win sedang menunggu untuk memberitahu P’Pete dimana dia harus
mengantarkan makanannya.
Sudah cukup lama kami tidak
berkomunikasi seperti ini, dan itu tidak termasuk saat dia meminta bantuan di
lain hari. Kelompok kami sering pergi bersama sampai akhirnya tidak lagi karena
P’Earn pindah. P’Pete lebih sering pergi bersama mereka yang lebih tua, dan
meninggalkanku. Aku tidak masalah dengan itu karena aku masih punya Win.
Pembicaraan kami berubah saat
P’Pete bertanya tentang Win dan itu membuat percakapan kami berakhir cepat.
Dengan apa yang sudah terjadi, aku sangat sulit untuk bicara dan aku tidak
yakin kalau Win mau membiarkan orang lain untuk tau tentang dirinya. Mataku
tertuju pada tempat duduk dimana teman baikku berada, dimana dia sedang duduk
malas sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya. Saat melihat ke arah
wajah dan matanya, kau tidak akan pernah mengira dia memiliki luka yang amat
dalam.
Aku rasa ini semua membuat
keadaanku menjadi tidak enak saat aku menyuruh P’Pete mengantarkan makanan ke
mejaku. Apa yang akan mereka katakan jika aku meninggalkannya sendirian saat
mengantri? Saat berjalan kearah meja kami, aku mengambil handphone dan
earsetku, dan memasangnya ke telingaku. Ada sebuah lagu bagus yang sudah aku
unduh dan aku ingin Win mendengarkannya, aku pikir dia akan menyukainya.
Sebelum aku duduk, aku menyempatkan
diri untuk melihat keadaan sekitar dan mataku saat itu tertuju pada seseorang
di dekatku. P’Ohm sedang duduk bersama Mick dan aku bisa melihat mereka sedang
berbagi minuman dengan menggunakan sedotan yang sama. Aku tidak pernah melihat
P’Ohm selembut itu, memegangkan cangkir plastik untuk Mick dan Mick terlihat
senang. “Aku penasaran kapan mereka memulainya?” Aku bergumam sendiri, aku
senang melihatnya.
“Apa kau baru saja bilang sesuatu?”
Suara Win membuat ku langsung melihat kearahnya. Aku duduk disampingnya dan
melambaikan tanganku padanya, dan menggelengkan kepalaku untuk memberi tahunya
tidak ada apa-apa. Untuk meluruskannya, Win memberiku senyuman bingung saat dia
melihat kalau aku tidak membawa apa-apa. “Hei, Per. Aku pikir kau yang akan
memesan makanan kita?”
“Tenang saja. Itu sedang dalam
perjalan.” Aku melihat kearah P’Pete diantrian. Setelah itu aku berbalik
melihat ke arah Win, lalu aku membelai kepalanya. “Aku tidak akan membairkanmu
kelaparan.”
Setelah itu, P’Pete datang ke arah
meja kami dan berhati-hati untuk meletakkan makanan kami.
“Umm, Hi P’Pete. Terima kasih sudah
membawakan makanan kami.” Win melihat kearahnya dalam keadaan bingung.
“Tidak masalah, Win.” P’Pete
memberi senyuman pada Win dan lalu dia melihat ke arahku sebelum dia pergi
berjalan ke arah dimana P’Earn sedang duduk.
“Ada apa Per? Kenapa P yang
membawakan kita makanan?” Ia berbicara sambil mengambil sendok dan garpu, lalu
mencoba makanan yang dibawa P.
“Ada hutang yang harus dia bayar.
Itu saja.” Sambil meyakinnya aku mencoba untuk mencari lagu yang tadi aku
bicarakan.
Aku mendengar sebuah keributan
datang dari arah dimana P’Pete pergi dan aku melihat sesuatu yang aneh. Masih
banyak tempat kosong yang bisa ia dudukki, tetapi P’Pete malah duduk di
pangkuan P’Earn sambil berargumentasi. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka
bicarakan tapi itu terlihat menyenangkan. “Hey, Winnie. Lihat ini.” Aku tidak
bisa menahan tawa saat aku menunjuk kearahnya.
“Apa yang
mereka lakukan?” Matanya tertuju pada mereka, dan Win pun tertawa. “Aku tidak
tau kalau mereka itu adalah sepasang kekasih.”
Aku tidak tau apa mereka ia atau
tidak tapi aku pikir seharusnya ia.” Karena hal ini aku jadi teringat tentang
percakan yang tadi aku lakukan dengan P’Pete dan aku penasaran siapa kah orang
yang ia bicarakan saat aku sedang melihat tingkahnya bersama P’Earn. Aku
menggelengkan kepalaku untuk mencoba kembali fokus dalam mencari lagu yang tadi
aku ingin cari, “Mereka sempurna untuk satu sama lain.”
Ini Dia! Aku mengambil salah satu
earset ku, dan aku pasangkan ke telinga Win dan musikpun mulai dimainkan. “Apa
kau pernah mendengar lagu ini?”
Have you got color in your cheeks’
Do you ever get the feeling that you can’t shift the tide
That sticks around like something’s in your teeth
And some aces up your sleeve
Have you no idea that you’re in deep
I dreamt about you nearly every night this week
How many secrets can you keep’
‘Cause there’s this tune I found that makes me think of you somehow
When I play it on repeat
Until I fall asleep
Spilling drinks on my settee
Do you ever get the feeling that you can’t shift the tide
That sticks around like something’s in your teeth
And some aces up your sleeve
Have you no idea that you’re in deep
I dreamt about you nearly every night this week
How many secrets can you keep’
‘Cause there’s this tune I found that makes me think of you somehow
When I play it on repeat
Until I fall asleep
Spilling drinks on my settee
(Do
I Wanna Know ~ Artic Monkeys)
“Sepertinya pernah.” Win mengucapkannya setelah ia mendengarkan lagu yang kuputarkan.
“Lagu mereka keren.” Biasanya, Win
dan aku suka dengan hal yang sama jadi aku merasa senang dengan hal itu, dan
dia pasti juka akan menyukainya seperti sebagaimana aku menyukainya.
“Aku rasa aku pernah mendengarnya
tahun lalu.” Sambil melihat kearahku, Win memberiku senyuman, dan dia
menggoyang kepalanya saat musik dimainkan.
“Aku sangat suka lagu ini.” Sambil
mengangguk, aku tersenyum dan makan makananku. Aku tau dia akan menyukainya.
*******************
**********
****
Sore ini terasa begitu cepat,
setelah pelajaran selesai aku mengemaskan barang-barangku dan pergi ke ruang
band. Sebentar lagi audisi konser live akan dimulai jadi aku harus berada di
sana bersama dengan anggota band yang lain. Aku berhenti sejenak di meja Win
saat dia sedang menyusun kertasnya.
“Hei, Win. Jangan lupa untuk datang
dan melihatku bermain.” Aku bicara padanya sambil meninju pelan mejanya Win.
“Jangan Khawatir. Aku akan langsung
kesana saat aku sudah selesai.” Sambil tersenyum Win menatap kearahku. “Bandmu
nanti akan tampil kan?
“Ya. Kau bisa menyelesaikan
semuanya dulu dan kau akan sampai tepat waktu.” Aku meyakinkannya agar dia
pergi untuk melihatku. “Sampai bertemu nanti.”
Win mengangguk dan melambaikan
tangannya saat aku berjalan keluar dari kelas. Beberapa menit kemudian aku
sampai di ruangan klub, dan karena ramai aku harus menyelit diantara kerumunan
orang yang ada di ruang klub. Aku mencoba mencari anggota timku, dan aku
menemukan mereka sedang duduk di dekat dinding. Saat aku melihat ada sebuah
kursi kosong disana, aku dengan segera menyambar kursi itu dan untuk Win aku
akan mencarikannya nanti saat dia sudah sampai. Aku dapat merasakan semangat
pada kontestan yang ada di ruangan band hari ini.
Aku bersama teman-temanku sudah
siap dan kami yakin bisa untuk untuk melewati babak penyisihan ini, tapi saat
di kompetisi ini semua akan bertambah sulit. Beberapa band yang tampil hari ini
sangat bagus, ada juga yang kurang bagus, dan adapula yang tidak dapat
dikomentari lagi.
Band dari grup Cheer, P’Cheer, di
vokali oleh P’Earn yang mengejutkan semua orang di ruangan klub karena dia
menyayikan sebuah lagi cinta untuk ketua klub kami. P’Ohm memberinya semangat
karena dia sudah berani untuk melakukan hal itu dan P’Noh berusaha untuk
mebungkan mulutnya. Lalu mulut besarnya wakil klub ini mengatakan kepada
P’Earn, sayang sekali Noh adalah pria normal. Tiba-tiba keadaan terasa tegang
saat Earn berjalan turun dari panggung dan Phun berjalan kearah panggung. Earn
menaikkan alisnya kepada Phun saat dia lewat di depannya, dan dengan sengaja
Earn menabrakkan bahunya ke Phun.
Aku penasaran apakah rumor tentang
P’Noh dan P’Phun itu benar. Dan juga berita kalau P’Earn menyukai ketua kami
itu benar, tidak bisa elakkan lagi setelah apa yang P’Earn lakukan tadi. Aku
tidak yakin dengan berita tentang sekertaris osis karena dia datang kesini
membawa pacarnya. P’Noh terlihat tidak nyaman dalam situasi saat ini.
Pintu ruangan terbuka pelan saat
band dari Osis, Mafia, memainkan musiknya. Win mengintip kedalam sambil mencari
keberadaanku dan aku melambaikan tanganku padanya, memberinya kode untuk
berjalan ke arahku dan duduk dibawahku. Dia langsung masuk sambil menerobos
kerumunan yang ada di dalam ruangan band, dan dia duduk di kursi yang sudah aku
sediakan untukknya dan dia memberiku senyuman manis yang biasa ia tunjukan
padaku. Akhirnya Win sampai disini, aku merasa lebih tenang dan merasa nyaman
saat ada Win didekatku.
Sambil memerhatikan anggota band
Mafia, mataku tertuju pada seorang pemain gitar tampan berambut panjang. Dia
terlihat begitu serius memandang ke bawah untuk berkonsentrasi dalam memainkan
gitarnya, lalu dia mengangkat kelapanya untuk mencari seseorang yang sedang
melihatnya. Aku bisa melihat da tersenyum. Saat itu aku bisa melihat P’Noh
melihat ke arah belakang saat P’Phun memberikan senyuman kepada wanita yang
duduk di belakang P’Noh. Pacaranya P’Phun, Aim, dia tersenyum saat melihat
pacarnya memainkan gitar di atas panggung kecil ruang band kami. Tapi aku
bingung, dia terlihat canggung saat tersenyum, sepertinya dia berusaha untuk
tersenyum. Setelah itu P’Noh berbalik memandang ke arah depan dan menundukkan
kepalanya. P’Phun tetap mempertahankan senyuman lembutnya tapi kali ini bukan
untuk wanita yang ada di belakang P’Noh.
Setelah beberapa band tampil,
termasuk bandku, aku berada di ruangan band hingga larut. Aku membantu yang
lain untuk merapikan semua alat musik dan mengucapkan selamat tinggal pada
mereka yang harus pulang lebih dulu. Win sekarang duduk di atas sofa dan aku
bisa melihat matanya itu seperti lampu 5wat. Dia sepertinya sangat mengantuk
dan sesekali saat kepalanya terlepas dari pangkuan tangannya dia kembali
memperbaiki posisinya sambil menggelengkan kepalanya berusaha untuk tetap
sadar. Itu terlihat sangat lucu, dia terlihat seperti seekor anak anjing kecil
yang sedang berusaha untuk tidak tertidur.
Aku berjalan kearah dimana Win
sedang duduk dan menungguku dengan sabar. Bandku hari ini berhasil masuk
menjadi salah satu finalis acara live konser ini. Kami melakukan yang terbaik
saat kami tampil tadi. Sambil tersenyum, aku duduk bersandar ke sofa sambil
mengistirahatkan tangan dan kakiku.
“Apa kau mau pulang bersamaku?” Aku
bertanya padanya, dan aku tau aku tidak akan bisa tenang kalau aku tidak
melihat Win masuk ke rumahnya dengan selamat. Win menggangguk kepadaku sebagai
tanda menyetujui ajakkanku, dan ia tersenyum lembut padaku. “Aku akan
mengantarmu pulang.” in.
P’Noh sedang melihat-lihat kertas
yang ada di depannya, lalu aku memanggilnya dari belakang. “P’Noh… Apa kau
keberatan jika aku pulang lebih dulu?”
“Lagi?” P’Noh menjawabku dengan
suara jengkel. “Aku saja belum memberi hukuman padamu karena kau tidak
membantuku kemarin.”
“Maaf,P, Ini ini sungguh penting.”
Aku berbicara dengan nada serius ke P’Noh untuk mencuri perhatiannya. “Ini
antara hidup dan Mati.”
“Hidup dan Mati?” P’Noh bertanya
padaku seolah-olah kami sedang dalam keadaan mendesak.
“Apapun bisa terjadi. Jadi
perbolehkanlah aku untuk mengantar Win pulang.” Setelah aku bicara kami berdua
memandang kebawah melihat Win yang mana dia sedang memandang kearah P’Noh
dengan wajah malu-malunya. “Aku tidak bisa membiarkannya pulang sendirian hari
ini.”
“Baiklah-baiklah.” P’ menyetujui
permintaanku saat dia melihat lebam di lengannya Win, tapi dia tidak
berkomentar tentang itu. “Aku melakukan ini untuknya?” Dia mengangguk ke arah
Win.
“Terima kasih,P.” Ketua klub kami
ini begitu baik, lalu aku melihat kearah Win. “Ayo.”
Sambil berdiri, Win melambaikan
tangannya ke arah P’Noh. P’Noh tidak mengatakan apapun setelah kami pergi, tapi
aku bisa mendengar kalau ada suara helaan nafas darinya. Bukan hanya Win yang
senang saat aku bisa mengantar Win pulang kerumahnya.
“Jaga dia.” P’Noh mengingatkanku
saat aku berjalan keluar melewati pintu.
“Ya.” Tentu saja aku akan
melakukannya. Aku akan terus menjaga Win, sampai kapanpun aku akan menujaganya.
Terima kasih sudah menunggu, untuk part 2 akan saya upload secepatnya ^^
No comments:
Post a Comment