“Kau berhasil membuat semua wanita
gila, kau menyelamatkanku, dan kau membuat semua orang yang ada disana berfikir
kalau kita adalah pasangan Gay… Aku sudah cukup dengan semua yang terjadi malam
ini.” Saat aku menjauh dari Win, dan aku mengkedipkan mataku padanya. Karena
dia terlalu lucu aku mencupit pipinya dengan lembut dan berkata. “Apa kau siap
untuk pulang, Manis?”
“Tampan!” sambil tersenyum, aku berjalan
ke tepi trotoar untuk memanggil sebuah taxi. “Ayo, sayangku. Kita pergi dari
sini.”
Aku membukakan pintu untuk membiarkan Win masuk lebih dulu dan aku memberi tahu tujuan kami kepada supir taksi
setelah itu. Taksi itu berhenti sejenak karena macet dan kami kembali
membicarakan petualangan kami malam ini. Aku bisa melihat dia merasa ngeri saat
ia mencoba mengingat si gorila yang akan menghancurkanku saat itu, jadi aku
mencoba untuk mengubah topik pembicaraan tentang apa yang terjadi di sekolah
hari ini.
“Hampir semua band yang
mendaftarkan diri hari ini begitu menyeramkan.” Dan aku mencoba untuk
memberitahunya tentang kejadian siang ini. “Itu benar-benar membosankan. Kami
hampir duduk selamanya disana dan tidak ada satupun yang mendaftar. P’Ohm
hampir saja tertidur.”
“Benarkah? Aku pikir kompetisi band
ini sangat populer.” Win menatapku serius.
“Ya.” Aku tertawa dan ku anggukkan
kepalaku. “Dan saat itu, P’Film mencoba untuk mencekikku..”
“Tunggu. Kenapa P’Film bisa marah
padamu?”
“Aku menamparnya dengan pahaku.”
Win melipat tangannya dan mengangkat alisnya, dan itu membuatku merasa aku
harus bertahan. “Apa? Sudah kubilang aku bosan disana dan dia juga duduk
disampingku, tanpa memperhatikanku.” Baiklah, itu bukan alasan yang bagus.
“Uh huh.” Win tersenyum padaku.
“Dimana P’Noh si ketua klub?”
“P’Noh tidak sekolah hari itu. Kami
dengar ia pergi bersama P’Phun bersamaan juga dengan pacar mereka ke pantai.
P’Ohm sangat tidak senang dan dia meneriaki nama P’Noh, apalagi disaat banyak
mereka yang tiba-tiba datang bersamaan untuk mendaftar. Tiba-tiba taksi yang
kami tumpangi berhenti sehingga itu mengganggu pembicaraan kami. Setelah aku
membayar sopir taksi, kami turun dan aku mengantar Win kedepan rumahnya. “Semua
yang ada disana waktu itu sangat ramai dan mereka mengkrumuni kami, dan itu
membuat P’Ohm bertambah kesal. Dan setelah itu P’Ohm benar-benar marah saat ada
seorang anak yang bertanya padanya kenapa kucingnya tidak mau makan Tuna.”
“Kau bercandakan?” Win tertawa
terbahak-bahak sambil berpegangan ke pagar. “Seseorang menanyakan sesuatu
tentang kucingnya?”
“Serius. Aku tidak tau apa yang ada
dipikirannya. Kenapa kami harus peduli dengan kucingnya?” Sambil menggelangkan
kepala, aku penasaran dengan keanehan orang lain. “P’Ohm benar-benar lepas
kendali waktu itu, dia mencoba untuk menjambak rambutnya sendiri sambil
berteriak. Aku bisa melihat kalau rambutnya ada yang lepas saat dia menarik
rambutnya.” Karena semua yang kuceritakan, Winnie tertawa begitu keras, aku
tidak bisa menahannya. “Kau harus melihatnya sendiri, Win,”
“Aku harap aku bisa. Klubmu sangat
menyenangkan.” Win menghela nafasnya, sungguh keadaan yang buruk kalau ayahnya
tidak membiarkan Win untuk bergabung dengan klubku. Win tidak bisa memainkan
instrumen tapi dia bisa bernyanyi. Ayahnya bilang musik itu hanya membuang
waktu saja lebih baik Win fokus dengan pelajarannya. Ini sungguh tidak adil
karena dia adalah orang yang paling pandai dikelasku.
“Kau bisa datang kapanpun jika kau
mau.” Aku tau dia tidak bisa bergabung tapi bukan bearti dia tidak boleh
berkumpul dengan kami. “Kenapa kau tidak datang melihat audisi minggu depan
dengan ku?”
“Apa boleh? Aku bukan anggota dari
klubmu.” Win merasa ragu-ragu, sebuah harapan terpancar dari matanya.
“Tentu saja. P’Noh dan P’Ohm bilang
tidak masalah jika ingin mengundang seseorang.” Ku berikan senyuman tampanku
dan berkedip padanya. “Dan kau juga bisa melihatku bermain disana.”
“Baiklah, aku akan datang. Mungkin
agak telat, karena aku harus mengerjakan kewajiban kelas.” Dia setuju dan
tersenyum padaku, tiba-tiba senyumannya hilang saat lampu depan rumahnya hidup.
Dengan cepat di memandang ke arah sana dan langsung menatapku kembali. “Aku
sebaiknya masuk sekarang.”
“Apa kau sibuk minggu ini? Mau
pergi bersamaku?” Aku tidak tahan melihat matanya yang dipenuhi dengan
kesedihan karena dia harus masuk kedalam rumahnya.
“Aku tidak bisa. Kami akan pergi ke
tempat nenek besok dan akan kembali hari minggu.” Dia menurunkan bahunya, dan
membuka pagar rumahnya sambil berjalan masuk. Dia memperhatikan pandanganku,
dan ia memberiku senyuman dan itu malah membuatku bertambah khawatir. “Aku
sangat senang malam ini, Per. Terima kasih sudah mengajakku.”
“Kapan saja, Win.” Aku membungkuk,
dan ku usap kepalanya. Kami saling menatap saat itu. “Semoga harimu
menyenangkan besok. Jangan membuat masalah ya.”
“Bukankah seharusnya aku yang
berkata seperti itu, Per?” Win membalas ejekanku dan aku tidak bisa menahan
tawa.
“Aku? Aku selalu baik-baik saja.”
Sambil memainkan alisku kepadanya, Win mencoba untuk memukul lenganku. Setelah
itu aku melambaikan tangan padanya. “Sampai bertemu di hari senin, Mawin.”
“Sampai jumpa di hari senin, Per.”
Sambil membalas lambaianku, Win kembali tersenyum kepadaku dan masuk kedalam
rumahnya.
“Hati-hati, Winnie.” Suaraku begitu
kecil seperti sebuah bisikan, bahkan hanya anginlah yang bisa mendengarnya. Aku
bersyukur bisa menjadi tetangganya dan berteman baik dengannya. Sendirian, aku
berbalik dan masuk kerumahku.
Terima kasih sudah membaca
Jangan lupa komentar, like dan subcribe ya ^^
Jangan lupa komentar, like dan subcribe ya ^^
No comments:
Post a Comment